Assalamualaikum :)
terimakasih sudah mengunjungi blog saya , semoga bermanfaat ^^
Kamis, 29 Maret 2012
IMPLEMENTASI IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN MODERN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kita diciptakan di dunia ini untuk
satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main.
Tujuan dan himah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ
أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan.
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi
Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)
Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari
penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik. Sehingga Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok
manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka
diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا
خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS. 23:115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara
main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan
manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia,
serta tidak dimintai pertanggung jawaban atas semua prilakunya didunia ini.
Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan
yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk
kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang
dia amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau neraka.
Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap
profesional dan proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya
tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan
iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia
disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal :
a)
I’tishom bihablillah. Hal ini
dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam
semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan.
Namun hal inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
b)
I’tishom billah. Hal ini
diwujudkan dalam tawakal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada
Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut.
Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan
dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara
mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya
tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada
pada I’tishom billahi dan I’tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali
bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I’tishom bi hablillah
melindungi seseorang dari kesesatan dan I’tishom billahi melindungi seseorang dari
kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti
seorang yang berjalan diatas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti
membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak
mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini.
Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan
menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi
alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. I’tishom bi
hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I’tishom
billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab
keselamatannya di perjalanan.
Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga
menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan
ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat
mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan
kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan
pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah
anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang
tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur
mereka.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang dikemukakan
dalam latar belakang maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut
:
- Apa
masalah-masalah manusia dalam kehidupan
modern berdasarkan pandangan Islam ?
- Bagaimanakah
peran iman dan takwa dalam
menjawab masalah dan tantangan kehidupan
modern ?
1.3.
Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah
ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui apa yang menjadi dasar dari pengimplementasian
iman dan takwa dalam kehidupan modern dan era globalisasi sekarang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Iman dan Takwa
Apa arti Takwa?
Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. memelihara
hubungan yang baik dengan tuhan. memelihara diri jangan sampai terpesorok
kepada suatu perbuatan yang tidak diridhaikan oleh tuhan. Memeliharan segala
perintahnya supaya dapat dijalalkan. Memelihara kaki jangan terpesorok ke
tempat yang lumpur atau berduri. Sebab pernah ditanyakan orang kepada Rasulullah
saw, Abu Hurairah ra, apa erti takwa? Beliau berkata: Pernahkah engaku bertemu
jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakan mu waktu itu? Orang itu
menjawab:- Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada duri
atau aku melangkahi atau aku mundur. Abu Hurairah menjawab:- Itulah dia takwa!
(riwayat Dari Ibnu Abid Dunya).
Takwa adalah
adalah perlaksanaan dari iman dan amal shalih. Mestipun di satu-satu waktu ada
juga diartikan dengan takut, tetapi terjadi yang demikian ialah pada susunan
ayat yang cenderung kepada arti yang terbatas itu saja. Padahal arti takwa
lebih mengumpul akan banyak hal. bahkan dalam takwa terdapat juga berani!
Memelihara hubungan dengan tuhan, bukan saja kerana takut, tetapi lebih lagi
kerana ada kesadaran diri, sebagai hamba.
Lalu diterangkan sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa itu,
yang kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memeunhinya dengan sifat-sifat
itu.
Mereka yang
percaya kepada yang ghaib, dan mereka yang mendirikan sembahyang, dan dari apa
yang kami anugerahkan kepada mereka, mereka dermakan. Percaya kepada yang ghaib. Yang ghaib
ialah yang tidak dapat disaksikan oleh pancaindera; tidak nampak oleh mata,
tidak terdengar oleh telinga, iaitu dua pancaindera yang utama dari kelima
pancaindera kita. Tetapi dia dapat dirasa adanya oleh akal. Maka yang pertama
sekali ialah percaya akan adanya hari kemudian, iaitu kehidupan kekal yang
sesudah dibangkit dari maut.
Iman bererti
percaya, iaitu iaitu pengakuan hati yang terbukti dengan perbuatan yang
diucapkan oleh lidah menjadi keyakinan hidup. Maka iman akan yang ghaib itulah
tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi.
Tersebut di
dalam hadis sebuah hadis yang dirawikan oleh Imam Ahmad, ad-darimi,
al-Baqawardi dan Ibnu Qani di dalam Majma’ush Shahabah dan ikut juga merawikan
oleh Imam Bukhari di dalam Tarikhnya dan At Thabarani dan al-Hakim, mereka
meriwayatkan daripada Abi Jumah al-Anshari:-Berkata dia (Abu Jumah
al-Anshari):; Aku bertanya: ya Rasullulah saw:- Adakah suatu kaum yang lebih besar
pahalanya daripada kami, padahal kami beriman kepada engkau dan kami mengikut
akan engaku? Berkatalah beliau: Apalah akan halangannya bagi kamu (buat beriman
kepada ku), sedang Rasulullah saw ada dihadapan kamu, dan datang kepada kamu
wahyu(langsung) dari langit. Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang akan datang
sesudah kamu, datang kepada mereka kitab Allah yang ditulis diantara dua luh,
maka merekapun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang tersebut di
dalamnya. Mereka itu adalah lebih besar pahalaanya daripada kamu.
Dan dikeluar
pula oleh At-Thayalisi, Imam Ahmad dan Bukhari di dalam Tarikhnya, At Thabarani
dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al_Baihili. Berkata dia (Abu Umamah) berkata
Rasulullah saw. Bahagilah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku dan
berbahagialah bagi siapa yang beriman , padahal dia tidak melihat aku. Hadis ini dikuatkan lagi oleh yang
dirawikan Imam Ahmad. Ibnu Hibban dari Abu Said al-Khudri:- Bahawasanya seorang laki-laki berkata
Rasulullah saw. Bahagia bagi siapa yang melihat engkau dan beriman kepada
engkau. Beliau pun menjawab: bahagialah bagi siapa yang beriman kepadaku; dan
berbahgialah bagi siapa yang beriman kepdaku, padahal dia tidak melihat aku.
Kita tidak
melihat wajah belaiu. Bagi kita beliau adalah ghaib. Kita hanya mendengar
berita dan sejarah atau bekas-bekas tempat beliau hidup di Makkah, namun bagi
setengah orang yang beriman, demikian cintanya kepada Raulullah saw, sehingga
dia merasa seakan-akan Rasulullah saw itu tetap hidup, bahkan kadang-kadang
titik airmatanya kerana terkenang akan Rasulullah saw dan ingin hendak menjadi
ummatnya yang baik dan patuh, ingin mengerjakan sunnahnya dan memberikan
segenap hidup untuk melanjutkan agamanya. Maka orang beginipun termasuk orang
yang mendalam keimanannya kepada yang ghaib.
Maka keimanan yang ghaib pun turut dengan sendirinya dengan mengerjakan sembahyang.
Maka keimanan yang ghaib pun turut dengan sendirinya dengan mengerjakan sembahyang.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pemantapan
Iman dan Takwa
Masa depan ditentukan oleh umat yang
memiliki kekuatan budaya yang dominan. Generasi pelopor penyumbang dibidang pemikiran (aqliyah), dan
pembaruan (inovator), perlu dibentuk di era
pembangunan.
Keunggulan generasi pelopor akan di
ukur ditengah masyarakat dengan pengetahuan dan pemahaman (identifikasi)
permasalahan yang dihadapi umat, dengan equalisasi mengarah
kepada kaderisasi (patah
tumbuh hilang berganti). Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan
penswadayaan kesempatan-kesempatan. Pentingnya menumbuhkan generasi pelopor
menjadi relevansi tuntutan agama dalam menatap kedepan.
Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun)
dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha
kearah pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan
pelatihan, pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin
dan sejalan dengan
pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action berkenaan pengamalan
ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses pembangunan melalui integrasi
aktif, dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa
itu sendiri.
Pemberdayaan lembaga adat, agama,
perguruan tinggi, untuk meraih keberhasilan, mesti sejalan dengan kelompok umara’
yang adil (kena pada tempatnya). Pertemuan pendapat ilmuan dan para
pengamat melalui dialog, penekanan amanah kepada pemegang kendali ekonomi,
menyatukan gerak masyarakat disertai do’a (harapan) sebagai perpaduan usaha,
menjadi pekerjaan mendesak meniti pengembangan pembangunan (development).
Peran da’i ilaa Allah aktif
menyokong mempertahankan nilai-nilai ruhaniyah sebagai modal dalam menghasilkan
yang belum dimiliki. Generasi pelopor (inovator) pembangunan harus dipersiapkan
supaya tidak lahir generasi pengguna (konsumptif)
yang tidak produktif, yang merupakan benalu bagi bangsa dan negara.
3.2. Melemahnya Jati Diri
Kelemahan
mendasar ditengah perkembangan zaman adalah melemahnya jati diri, dan
kurangnya komitmen kepada nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa. Isolasi
diri karena tidak
berkemampuan menguasai “bahasa dunia” (politik, ekonomi,
sosial, budaya, iptek), berujung dengan hilangnya percaya diri. Kurangnya
kemampuan dalam penguasaan teknologi dasar yang akan menopang
perekonomian bangsa, dipertajam oleh kurangnya minat menuntut ilmu, menjadikan
isolasi diri masyarakat bertambah tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran
serta di era-kesejagatan (globalisasi),
dan akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di negeri sendiri.
Sosialisasi pembinaan jati diri
bangsa mesti disejalankan dengan pengokohan lembaga keluarga (extended
family), dan peran serta masyarakat pro aktif menjaga
kelestarian adat budaya (hidup beradat, di masyarakat Minangkabau adat
bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah). Setiap generasi yang di lahirkan dalam
satu rumpun bangsa wajar tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan pro-aktif
menopang pembangunan bangsa.
Melibatkan generasi muda secara
aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat
serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini
mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab,
di samping antisipasi lahirnya generasi lemah.
3.3. Arus Globalisasi
Menjelang
berakhirnya alaf
kedua memasuki millenium ketiga, abad dua puluh
satu ditemui lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat.
Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan
sesuatu mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya. Era globalisasi adalah era perubahan
cepat. Dunia akan transparan, terasa sempit seakan tanpa batas.
Hubungan
komunikasi, informasi, transportasi menjadikan jarak satu sama lain menjadi
dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga menggeser pola hidup
masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri
dan perdagangan modern.
Arus kesejagatan (globalisasi) secara dinamik
memerlukan penyesuaian kadar agar arus kesejagatan tidak
mencabut generasi dari akar budaya bangsanya. Sebaliknya arus kesejagatan mesti
di rancang bisa merobah apa yang tidak di kehendaki.
Membiarkan diri terbawa arus
deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati
diri akan menyisakan malapetaka.
Globalisasi menyisakan banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik,
tatanan, sistim, perebutan kesempatan menyangkut banyak aspek kehidupan
kemanusiaan.
Globalisasi juga menjanjikan
harapan dan kemajuan. Setiap Muslim harus ‘arif
dalam menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman.
Kejelian dalam menangkap ruh zaman (zeitgeist) mampu men-
jaring peluang‑peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan.
Diantara
yang menjanjikan itu adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk menciptakan kemakmuran masyarakat.
Sungguh nikmat yang wajib disyukuri. “Lain
syakartum la adzidannakum“. Yang mampu menjaga nikmat Allah (syukur),
secara ekonomis dan politis mampu menjaga pertumbuhan ekonomi dan memelihara
stabilitas kawasan, maka nikmat itu akan ditambah.
Bila
tindakan tidak terpuji menjadi kenyataan, korupsi, kolusi, pemeliharaan
lingkungan dilupakan, nikmat akan diubah menjadi bencana seperti krisis moneter
(krismon) berkembang menjadi krisis ekonomi (krisek)
seterusnya menjadi krisis total (kristal), yang telah melanda kawasan
Asia Tenggara termasuk Indonesia sejak tahun 1998.
Namun
di kawasan ini masih tersimpan potensi besar, berbentuk natural resource,
dengan jumlah populasi penduduk yang besar dan menjanjikan tersedianya human
power resources yang tinngi dimasa depan. Apa artinya semua ini? Kita akan
menjadi pasar raksasa.
Pertanyaan
perlu jawaban segera, “sudahkah kita siap menghadapi perubahan zaman yang
cepat dan penuh tantangan ini?” Jawabannya segera melaksanakan kewajiban mempersiapkan
generasi baru yang siap bersaing dalam era global tersebut dengan memadukan
seluruh potensi yang ada.
Karena itu, perlu sekali penjalinan kerja
sama lembaga-akademik dengan penggunaan fasilitas akan mendorong penelitian
terhadap perubahan yang terjadi dan memberikan petunjuk dalam menggali ekoteknologi
yang memiliki kearifan ramah lingkungan.
Konsekwensinya wajib ditanamkan keyakinan
bahwa apa yang ada sekarang, sebenarnya menjadi milik generasi mendatang.
Generasi kini berkewajiban memelihara secara utuh nilai-warisan yang akan
diserahkan secara estafeta kepada generasi pengganti, secara yang lebih baik
dan lebih sempurna. Tujuan
yang hendak dicapai adalah terwujudnya kesejahteraan dengan adil
melalui program pembangunan merata yang perlu disertai prinsip jelas, equiti
berkesinambungan, sehingga partisipasi tumbuh dari bawah sehingga setiap
individu di dorong maju, aman dan terjamin kesejahteraan.
Perancangan pembangunan arus bawah di
hidupkan dengan pendekatan holistik (holistic approach).
Sasaran berikut pemantapan jati diri bangsa dan bernegara untuk memperkuat interaksi
kesejagatan. Pemberdayaan institusi (lembaga)
kemasyarakatan yang ada (adat, agama, perguruan tinggi), dalam meraih
keberhasilan, mesti disejalankan dengan kelompok umara’,
penguasa yang adil (kena pada tempatnya. Dari sini akan dirasakan spitrit
reformasi.
Mengantisipasi perkembangan kedepan
melahirkan keharusan memelihara gerak pertumbuhan dari bawah (bottom-up).
Usaha nyata di kembangkan melalui ekonomi keluarga dengan memfungsikan kekuatan
ekonomi pasar dimulai dari pedesaan. Yang akan memimpin orang banyak
adalah yang bisa berbuat banyak untuk orang banyak itu.
Ada
pula kewajiban untuk membentuk Sumber Daya Umat (SDU) yang bercirikan kebersamaan dengan nilai asas “gotong royong”, berat
sepikul ringan sejinjing, atau prinsip ta’awunitas.
Betapapun krisis tengah melanda Indonesia
sebagai bahagian dari kawasan Asia Tenggara, namun sebagai bangsa yang besar
semestinya bersikap optimis dengan dorongan semangat besar bahwa bangsa (kawasan) ini akan menjadi
pusat kegiatan di masa datang, dalam penguasaan ekonomi ataupun intelektual
menghadapi percaturan abad ke duapuluh satu.
Suatu kenyataan selama ini instalasi
kekuatan ekonomi terpegang jumlah terkecil (selected minority) dari
pelaku ekonomi dan menguasai kebutuhan mayoritas penduduk di pedesaan.
Apabila masyarakat pedesaan dengan
kekuatan kecil ini mampu dibangkitkan peran sertanya dalam penguasaan kebutuhan
primer terbesar masyarakat, maka adalah suatu keniscayaan semata bangsa ini
akan dapat bergerak secara pasti menjadi umat yang di perhitungkan.
Upaya
intensif ini semestinya menjadi penggiring Sumber Daya Umat dengan tetap
bertumpu kepada science
dengan nilai agama dan
budaya, dan secara tegas tidak terjatuh kepada sikap-sikap
non-science. Tugas ini perlu di emban secara terpadu.
Kecemasan di tengah perkembangan zaman
(era globalisasi) tampilnya generasi yang belum siap memerankan tugas di masa
depan. Gejala itu terlihat dari banyaknya generasi bangsa yang terdidik menjadi
ikut pengembang prilaku non-science seperti kecenderungan
kepada hal-hal yang berbau mistik, paranormal, pedukunan, penguasaan
kekuatan jin, budaya
lucah, pergaulan bebas, free sex, kecanduan ectacy
(XTC), menjadi konsumen setia penanyangan pornografi
(VCD,Internet,booklet,majalah), ditengah-tengah berkembangnya iptek. Gejala ini
tampil kepermukaan pergaulan dan tidak jarang telah dipermudah oleh kemajuan
teknologi informasi dan produk cyber space.
Kecemasan lain adalah tumbuhnya pemenuhan
keinginan non- selektif (mubazir., wasted), peniruan gaya
hidup tidak berukuran. Tindakan non-ekonomis ini jangka pendek
berdampak menghambat kesiapan menatap masa depan. Kondisi ini terjadi lebih banyak dikarenakan kurangnya interest
terhadap agama dan karena mulai meninggalkan puncak-puncak budaya yang
diwarisi. Situasi masyarakat yang mulai kehilangan ukuran pantas dan
patut, diperberat oleh tindakan para pemimpin formal dan non-formal
yang seringkali banyak terpaut pada pengamalan tradisional
dan non-science tersebut.
Problematika
sosial dan prilaku ini hanya bisa diatasi dengan memelihara kemurnian
Akidah (paradigma tauhid) agar tidak terjadi pemahaman
agama yang campur aduk, dan tidak pula terjerumus kepada pengamalan
kehidupan materialis yang berakhir dengan hedonistik.
Kecemasan lain ada sebahagian generasi
yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak. Pada kawasan yang tengah berkembang memang lazim ditemui
pemeranan kolektivitas lebih
mengedepan daripada aktivitas individu. Solusinya dapat
diatasi dengan menyatukan gerak langkah tetap memelihara sikap harmonis guna
menghindari eksploitasi dalam hubungan bermasyarakat. Implementasi konsep
aktual sangat penting dikembangkan melalui research untuk membentuk kondisi.
Masalah-masalah manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya dampak negatif (residu),
mulai dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak terjadinya pencemaran
lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan, munculnya beberapa
penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya
lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca.
Tidakkah kita
belajar dari pohon, daun yang gugur karena sudah tua apakah tidak menjadikan
residu yang merugikan tetapi justru bermanfaat bagi kesuburan pohon itu
sendiri, ini menyiratkan perlunya teknologi yang ramah lingkungan dan
meminimalisasi dampak lingkungan yang di timbulkannya. manusia juga tidak
melihat di dalam kegelapan seperti kelelawar, namun akal manusia yang dapat
menciptakan lampu, untuk mengatasi kelemahan itu.
Manusia tidak
mampu lari seperti kuda dan mengangkat benda-benda berat seperti sekuat gajah,
namun akal manusia telah menciptakan alat yang melebihi kecepatan kuda dan
sekuat gajah. Kelebihi manusia dengan mahkluk lain adalah dari Akalnya.
Sedangkan dalam bidang ekonomi kapitalisme-kapitalisme yang telah melahirkan
manusia yang konsumtif, meterialistik dan ekspoloitatif.
3.4. Paradigma
Tauhid
Paradigma tauhid, laa ilaaha illa
Allah, mencetak manusia menjadi ‘abid, hamba yang
mengabdi kepada Allah dalam arti luas, berkemampuan melaksanakan ajaran syar’iy
mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri
(self help), sesuai dengan eksistensi manusia itu di jadikan.
Manusia
pengabdi (‘abid) adalah manusia yang tumbuh dengan Akidah Islamiah yang kokoh. Akidah
Islamiah merupakan sendi fundamental dari dinul Islam, dan
titik dasar paling awal untuk menjadikan seorang muslim.
Akidah adalah keyakinan bulat tanpa ragu, tidak sumbing
dengan kebimbangan, membentuk manusia dengan watak patuh dan ketaatan yang menjadi bukti
penyerahan total kepada Allah. Akidah menuntun
hati manusia kepada pembenaran kekuasaan Allah secara absolut. Tuntunan
Akidah membimbing hati manusia merasakan nikmat rasa aman dan tentram dalam
mencapai Nafsul Mutmainnah dengan segala sifat-sifat utama.
Manusia
berjiwa bersih (muthmainnah) selalu memenuhi janjinya terhadap Allah (Yang Maha
Menjadikan), dan tidak pernah merusak perjanjian dengan Allah dalam
melaksanakan semua perintah Allah secara konsekwen, serta berupaya membina diri
untuk tidak mencampurkan iman dengan kedzaliman (syirik). Konsistensi istiqamah
adalah sikap yang tidak mencampur-baur keimanan dan kemusyrikan dalam
mengamalkan syari’at Islam secara tidak terputus ibarat akar dengan
pohonnya.
Karena
itu, sangat mustahil bagi muslim untuk hidup dengan tidak memiliki iman
(Akidah) secara benar. Hakikinya tanpa Akidah tidak ada artinya seorang
muslim. Akidah Islamiah
ialah Iman kepada Allah dengan mengakui eksistensiNya (wujudNya). Akidah adalah landasan utama (dasar)
Dinul Islam yang bersifat Abadi dan Universal (tidak berubah sepanjang masa).
Konsekwensi
misi risalah, menempatkan Allah pada titik Centris atau pusat dari segala-galanya, mewajibkan
semua makhluk untuk menempatkan kepatuhan, mono loyalitas kepada Allah semata.
Dengan paradigma tauhid secara mudah dapat
dipahami posisi ibadah dalam spirit penghambaan kepada Allah bukan dalam
pengertian sempit semata-mata tetapi secara konsisten penuh keikhlasan
melaksanakan semua perintah-perintah Allah tanpa reserve dengan penuh
disipilin diri mencari redha Allah.
Sikap tawakkal
merupakan konsekwensi dari ikhtiar dan usaha yang keduanya berjalin
berkulindan merupakan mekanisme terpadu dalam kerangka kekuasaan Allah
Yang Maha Kuasa dan Agung. Keyakinan tauhid mengajarkan kesadaran mendalam
bahwa Allah selalu ada disamping manusia. Karena itu keyakinan iman dan
taqwa mampu menepis rasa takut untuk berbuat dan gentar menghadapi
resiko hidup.
Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat
dipastikan akan lahir prilaku fatalistis dengan hanya menyerah kepada nasib sambil bersikap apatis
dan pesimis. Sikap
negatif ini adalah virus berbahaya bagi individu pelopor penggerak pembangunan.
Keyakinan tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan besar berbentuk energi
ruhaniah yang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun)
dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha
kearah pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan
pelatihan, pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin
dan sejalan dengan
pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action berkenaan pengamalan
ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses pembangunan melalui integrasi
aktif, dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa
itu sendiri.
Problematika
sosial dan prilaku ini hanya bisa diatasi dengan memelihara kemurnian Akidah
(paradigma tauhid) agar tidak terjadi pemahaman agama yang campur
aduk, dan tidak pula terjerumus kepada pengamalan kehidupan materialis
yang berakhir dengan hedonistik.
4.2. Saran
Permasalahan-permasalahan yang ada di era globalisasi sekarang yang
banyak menyimpang dari aturan agama khususnya di Indonesia sangat miris sekali.
Yang diperlukan sekarang
adalah generasi muda yang handal, dengan daya kreatif, innovatif,
kritis, dinamis, tidak mudah terbawa arus, memahami nilai‑nilai budaya luhur,
siap bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas,
memahami dan mengamalkan nilai‑nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual. Kekuatan
yang memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik‑material,
tanpa harus mengorbankan nilai‑nilai kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
-
Muhammad,
Yasri Al Sayyid. Kitab Bada’I Al Tafasir Al Jaami’ Litafsir imam Ibni Qayyim Al
Jauziyah, terbitan Dar Ibnul Jauzi 1/506-507.
Langganan:
Postingan (Atom)